Klikmadiun.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun mengumumkan pelimpahan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di 5 titik Ruang Terbuka Hijau (RTH) kepada Inspektorat Kabupaten Madiun sebagai bagian dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintahan (APIP) beberapa waktu lalu.
Menariknya, Oktario Hartawan selaku Kajari Kabupaten Madiun dalam beberapa surat kabar menyatakan alasan-alasan pelimpahan kasus tersebut dengan keterangan yang ambigu.
Pertama, selama proses pengumpulan data dan bahan keterangan para pelaksana proyek yang tersebar di 5 titik yaitu Kelurahan Mlilir, Nglames, Wungu, Munggut dan Pandean telah mengembalikan kerugian negara yang diakibatkan oleh proyek yang dilaksanakan pada tahun 2019 itu. Meski mulanya mereka berdalih bahwa pekerjaan tersebut adalah proyek multi years.
Kedua, dikutip dari salah satu media Kajari sempat menyebutkan bahwa tidak ditemukannya selisih kerugian yang bersifat vital yang akan berdampak pada fungsional RTH.
"Yang ditemukan itu hanya pergantian-pergantian item pohon yang ditanam," ujarnya mengutip dari media lokal setempat.
Pelimpahan kasus dugaan tipikor yang disertai dengan alasan-alasan tidak logis ini mengusik LSM Pentas Gugat Indonesia (PGI) sebagai pelapor angkat bicara.
Herukun selaku Koordinator Pentas Gugat mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atas pembangunan 5 RTH adalah tamparan keras bagi pihak-pihak yang menyangkal tidak ada korupsi dibalik pembangunan RTH.
"Kami tidak bohong, laporan Pentas Gugat benar. Bahwa proses pengembalian kerugian negara adalah bukti kongkrit telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pembangunan RTH", ungkap Herukun, Senin (1/4/2024).
foto : Herukun, Koordinator PGIMenyinggung kecilnya kerugian keuangan negara yang disampaikan Oktario Hartawan, Herukun mempertanyakan dasar dari perhitungan kerugian dimaksud.
"Siapa yang menghitung kerugiannya? Apakah Kajari sudah menggandeng BPKP sepertihalnya Kajari Kota Batu yang sukses mengungkap dugaan korupsi Kadinkes Kota Batu?
Herukun mengatakan wajar kerugian negara yang ditemukan relatif kecil sebab yang diungkap hanya pergantian-pergantian item pohon yang ditanam.
"Apakah Kajari melihat langsung di lokasi? Apakah meneliti item-item lain, seperti paving mungkin? Kami memiliki bukti tentang item-item lain, termasuk item pemadatan tanah tetapi belum diberi kesempatan untuk menyampaikannya", ujar herukun.
Jika pertimbangan Oktario Hartawan mengembalikan berkas ke Inspektorat salah satunya karena secara fungsional bangunan RTH masih berfungsi dengan baik, Herukun berpendapat bahwa pola pikir penanganan korupsi seharusnya terlepas dari tinjauan berfungsi atau tidaknya sebuah bangunan. Tetapi mengacu kepada konteks dugaan tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut Herukun mengingatkan Oktario Hartawan terkait pelimpahan berkas dugaan tindak pidana korupsi Pilkades Kabupaten Madiun TA. 2021 yang juga dilimpahkan Kajari Kabupaten Madiun sebelumnya kepada Inspektorat.
"Apakah Kajari pernah menanyakan ujung kinerja Inspektorat setelah pelimpahan berkas Pilkades? Itu belum tuntas, kemudian berkas RTH dilimpahkan kembali. Kami khawatir, ini menjadi kebiasaan buruk penegakan hukum dan modus penghentian atau penghalang-halangan penegakan hukum", tukasnya.
Herukun melanjutkan keterangannya bahwa upaya keras Jaksa Agung dalam pemberantasan korupsi secara nasional harus didukung oleh jajaran di bawahnya, termasuk oleh Oktario Hartawan, selaku Kajari Kabupaten Madiun.
"Jika pada saatnya ada laporan dugaan Tipikor Rumah Sakit Umum Daerah apa juga dilimpahkan ke APIP? Pertanyaan saya bilamana atau kapan Kejaksaan mau menangani dugaan Tipikor yang dilakukan OPD?", tanya Herukun.
Di akhir, Herukun memberikan saran kepada Oktario Hartawan selaku Kajari Kabupaten Madiun untuk belajar dari pengalaman Kejari Kabupaten Madiun di masa lampau.
"Belajarlah dari kelugasan Kajari Kota Batu, buatlah masyarakat bangga dalam hal penegakan hukum bukan sekedar pendampingan proyek apalagi bagi takjil semata. Atau sebaiknya anda mutasi saja", tutupnya.(klik-2)
إرسال تعليق