Foto : RTH di Kelurahan Mlilir |
Tak sudi disebut mandul kinerja, Kajari Kabupaten Madiun Nanik Kushartanti mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi pada proyek RTH di tahun 2019 yang dinaungi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Madiun itu telah sampai pada tahap penyelidikan.
Dijelaskan Nanik, bahwa telah dilakukan pemanggilan kepada mantan Plt. Kepala DLH Kabupaten Madiun yang menjabat saat itu. Namun pemanggilan yang bersangkutan hanya sebagai "narasumber" untuk memberikan keterangan terkait pembangunan RTH.
“Kemarin itu kita sudah panggil dan sudah kesini Ibu mantan Kepala DLH. Namun bukan sebagai saksi, sebagai narasumber untuk dimintai keterangan. Statusnya belum saksi,” tandasnya, Jumat (23/9/2022).
Selanjutnya, terkait dugaan korupsi proyek rehabilitasi pintu air di Desa Singgahan, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun yang menggunakan anggaran DAK Penugasan TA. 2021, Kajari malah menyebut laporan PGI tidak valid. Sebab tidak mampu menunjukkan bukti yang berasal dari pihak berkompeten.
Foto : Pintu air Desa Singgahan |
“Karena maaf, apa kapasitas Pak Sudjono membuat RAB tandingan? Karena, kalau kita, kalau memanggil staf ahli itu harus ada legalitas yang jelas. Seperti di Singgahan itu, ada 3 pekerjaan tapi yang dibuat RAB tandingan hanya 1 pekerjaan, jadi yang 2 pekerjaan itu jadi kerugiannya?” lanjutnya membeberkan isi laporan PGI.
Kajari Madiun juga menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi berbeda penanganannya dengan tindak pidana yang lain, jadi membutuhkan proses dan waktu yang lebih lama.
“Korupsi itu ya memang harus begitu, detil, kalau tidak kita bisa mati di pengadilan. Minimal kalau laporan itu harus mempunyai 2 alat bukti dan saksi berkompeten yang bisa menjelaskan. Menurut saya laporan PGI (pintu air, red) kurang valid, itu yang ingin saya jelaskan ke beliau (PGI).
Sementara itu, dijumpai terpisah, Koordinator PGI Heru Kun mengaku heran atas pemanggilan Plt. DLH Kabupaten Madiun bukan sebagai "saksi" melainkan sebagai "narasumber". PGI menganggap sikap Kasie Pidsus Kejari Kabupaten Madiun tersebut terkesan sungkan dan ragu-ragu terhadap pihak yang dimintai keterangan.
"Baru kali ini kami mendengar, ada proyek yang sudah diketahui penyidik ada kerugian negara, kemudian penyidik memanggil pihak yang bertanggungjawab dalam proyek tersebut tetapi statusnya bukan sebagai ‘saksi’ melainkan ‘narasumber’, maksudnya apa coba ya?" ungkap Heru.
PGI menghimbau kepada Kajari Kabupaten Madiun untuk memiliki lebih tinggi kepedulian terhadap penegakan hukum, dengan segera memerintahkan kepada para penyidik bekerja tegak lurus dalam penegakan hukum.
Menurut PGI, kondusifitas Kabupaten Madiun juga sangat bergantung kepada bagaimana cara Kejari Kabupaten Madiun dalam menyikapi setiap laporan masyarakat. Sebagai penegak hukum jangan pernah menjadi bumper pihak tertentu dan menggunakan naluri penyidik untuk mengungkap setiap kasus secara serius.
"Mengapa tidak berani menyebut sebagai saksi? Kenapa memilih sebagai ‘narasumber? Dipikir laporan kami ini sebuah materi ngerumpi untuk tayangan podcast Kejaksaan gitu?" tanyanya penuh heran.
"Jangan ragu-ragu, karena tugas anda begitu dan anda dibayar oleh negara memang untuk itu,” imbuhnya.
Sedangkan terkait pernyataan Kajari Kabupaten Madiun yang membahas rehabilitasi pintu air Desa Singgahan, PGI memberi keterangan bahwa RAB pembanding yang mereka susun pada konteks pintu air Singgahan adalah gambaran yang bisa digunakan penyidik sebagai pintu masuk membongkar dugaan korupsi.
Heru Kun mengatakan bahwa tidak ada perbedaan laporan dugaan tipikor pintu air Singgahan dengan laporan dugaan tipikor RTH, dimana PGI juga melampirkan RAB pembanding dan terbukti secara fakta penyidik menemukan kerugian negara pembangunan 5 RTH di Kabupaten Madiun TA. 2019.
Dalam pernyataannya, PGI menyampaikan sudah kembali mengunjungi lokasi untuk keempat kalinya, dan menemukan kembali banyak kerusakan dari pekerjaan yang tidak wajar dengan nilai pekerjaan.
Masih menurut PGI, awal mula laporan ini berangkat dari aduan masyarakat sekitar lokasi kepada PGI, dan masyarakat sekitar lokasi yang ditemui PGI tidak tahu lokasi pekerjaan lain kecuali di satu lokasi tersebut. Apalagi, saat kasus ini dilaporkan ke Kejari Kabupaten Madiun, Kepala DPUPR juga mengatakan tidak tahu lokasi pekerjaan dimana dan belum pernah berkunjung ke lokasi.
"Berulang kali pernyataan Kajari ini blunder. Apa lupa jika Kejaksaan adalah penyidik dan jika butuh berkas otentik kan bisa gunakan kewenangannya untuk meminta ke Dinas PU. Meskipun ada 2 pekerjaan sekunder, tetap saja tidak menutup potensi dugaan tipikor", ucapnya.
"Berani tidak Kajari perintahkan Kasi Pidsus untuk minta berkas pelengkap ke PU dan mari kita ke lapangan bersama-sama?,” pungkas Heru.(klik-2)
Justru dg adanya laporan yg masuk terkait dugaan adanya tindak pidana korupsi di Kejari mjd pintu masuk untuk mendalami, kan itu tugas kalian untuk menyelidiki.
ردحذفإرسال تعليق