Kabupaten Madiun, klikmadiun.com - Pihak Satpol PP Kabupaten Madiun melalui Kabid Penegakan Produk Hukum Daerah (PPHD) Danny Yudi Satriawan menampik dugaan praktik pungli usai operasi Pekat seperti yang diberitakan sebelumnya.
Menurutnya, sejumlah uang 500 ribu rupiah yang disampaikan kepada pelaku pelanggaran tersebut adalah salah satu cara pembinaan untuk memberikan efek jera.
"Karena salah satu pelanggar adalah teman kami bekerja di lapangan jadi kami sedikit becanda dengan cara tersebut. Jadi kami sampaikan, kalau mau mengambil KTP membayar dulu,"jelasnya sembari mengumbar tawa, Rabu (25/12/2024).
Lebih lanjut, Kabid PPHD tersebut memastikan bahwa pihaknya tidak melakukan pemungutan pada pelanggar yang terjaring. Justru dirinya menganggap itu adalah salah satu bentuk penegakan hukum, karena pada kasus yang serupa dendanya sejumlah yang sama.
"Dari pada sampai ke pengadilan, semua orang nanti tahu. Kita lebih mengutamakan pembinaan atau restorativ justice. Yang sudah-sudah dendanya juga segitu, jadi itu bentuk pembinaan atau efek jera. Bisa dikonfirmasi ke yang bersangkutan saya meminta uang tersebut atau tidak,"tegasnya.
Keterangan Danny berbanding terbalik dengan pengakuan pelanggar terjaring yang menyebutkan adanya tebusan 500 ribu rupiah untuk setiap identitas. Danny berdalih pembinaan yang ia terapkan akan bekerja efektif pada psikologis pelanggar. Sebab apabila dilakukan penindakan secara prosedural maka akan menghabiskan banyak waktu.
"Ranahnya bisa pelanggaran pidana, tipiring (tindak pidana ringan, red). Kalau orang awam, seperti pelanggaran perselingkuhan ini bisa jadi pidana. Tapi kita lebih mengarah ke pemberian efek jera jadi lebih ke psikologi pelanggar. Ini juga termasuk bagian dari penyidikan. Kalau mau diproses (resmi, red) tipiring seharusnya kita masukkan berkas lalu nanti ada sidang, hakim yang memutuskan. Lebih baik kita bina, kita ambil sisi psikologisnya,"paparnya.
Sebagai informasi, dalam KUHP tahun 1981, perzinaan diatur dalam Pasal 284 yang menyebutkan :
1. Setiap orang yang melakukan perzinaan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.
2. Perzinaan merupakan delik aduan, sehingga hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari pihak yang berhak.
Pengaduan terhadap kasus perzinaan dapat dicabut selama persidangan belum dimulai.
3.Perkara perzinaan akan diproses oleh kepolisian jika ada bukti yang cukup dan disertai dengan gugatan perceraian dari pihak yang dirugikan.
4. Perzinaan adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang pria atau wanita yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan suaminya atau istrinya.
Selanjutnya pada KUHP terbaru terdapat pasal 411 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur tentang perzinaan dan kohabitasi, yaitu :
1. Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana perzinaan. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak kategori II.
2.Tindakan perzinaan hanya dapat diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, yaitu suami atau istri.
3. Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
4. Tindakan kohabitasi juga hanya dapat diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, yaitu orang tua, anak, istri, atau suami.
Pasal 411 tersebut mulai diundangkan sejak 2 Januari 2023 lalu, dan akan diberlakukan mulai tahun 2026 nanti.(Klik-2)
foto : ilustrasi
Posting Komentar