Klikmadiun.com - Banyaknya para pekerja yang berpenghasilan tidak layak di Kota Madiun membuat resah Ketua Serikat Buruh Madiun Raya (SBMR) Aris Budiono. Menurut Aris, dalam amanat UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
"Namun saat ini masih banyak buruh atau pekerja yang gajinya jauh dibawah UMK dan sangat tidak layak. Hasil temuan di lapangan tim kami (SBMR, red) menemukan banyak perusahaan yang tidak menggaji pekerjanya sesuai UMK. Ironisnya perusahaan yang menerima tender dari pemerintah kota (Madiun,red) melakukan praktek gaji dibawah UMK,"ujar Aris, Selasa (27/8).
Sebagai contoh adalah pekerja parkir yang dikelola oleh pihak ketiga dari pemerintah Kota Madiun. Salah satu petugas parkir mengaku sejak pertama direkrut hingga saat ini hanya menerima upah sebesar satu juta rupiah.
UMK adalah hak normatif pekerja jadi harus dipenuhi. Dinas ketenagakerjaan dan pengawas ketenagakerjaan tidak bekerja dengan maksimal.
"Padahal UMK Kota Madiun tahun 2024 sebesar 2.274.277 (rupiah,red). Fakta di lapangan kami menemukan pekerja parkir dibayar sebesar satu juta rupiah, tentunya tidak sampai 50 persen dari UMK dan ini sangat tidak manusiawi,"lanjutnya.
Perwujudan terhadap kesejahteraan dan hidup yang layak bagi pekerja atau buruh melalui kebijakan upah minimum telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 6/ 2023). Pada Pasal 81 angka 27 UU 6/ 2023 yang mengubah Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU nomor 13 tahun 2003), disebutkan dengan tegas bahwa pemerintah pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja atau buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Salah satu kebijakan pengupahan adalah upah minimum. Apabila perusahaan tidak membayar upah sesuai UMK maka perusahaan telah melanggar UU nomor 6 th 2023 tentang peraturan pemerintah penganti undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja pasal 185 junto pasal 88E angka 2 dimana perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari UMK sangksinya pidana.
"Pemerintah harus lebih aktif dalam mengontrol kebijakan tentang upah dan apabila dinas terkait baru bertindak setelah ada laporan, maka dinas tersebut sebaiknya dibubarkan saja karena tidak pro aktif mengontrol kebijakan tentang upah,"tandas Aris.
Ditegaskan Aris, seharusnya pemerintah setempat bisa lebih bergerak aktif dalam merangkul para pekerja jadi tidak berbanding terbalik saat menggandeng pengusaha ataupun pihak ketiga.
"Gaji satu juta di tengah harga kebutuhan pokok tentunya sangat jauh dari kata cukup. Tidak menjadi masalah saat pemerintah Kota Madiun menggandeng pihak ketiga dalam mengelola parkir, tapi harus memenuhi peraturan perundangan yang berlaku. Percuma mengandeng investor kalau hanya memperbudak warga. Buruh bukan tumbal krisis buruh bukan tumbal kaum kapitalis,"pungkasnya.(Klik-2)
Posting Komentar