Klikmadiun.com – Untuk kali kedua, masyarakat yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pecinta Budaya (Forkopinda) Kabupaten Madiun menggelar unjuk rasa besar-besaran diikuti ratusan orang di depan Mapolres Madiun pada Rabu (11/10/2023) siang. Para demonstran yang merasa tidak puas terhadap aksi yang dianggap tebang pilih pembongkaran tugu-tugu Pencak Silat yang dilakukan oleh Kapolres Madiun dibantu Dandim Madiun ini bergerak dari Caruban menuju Mapolres Madiun dengan menggunakan motor. Sementara itu massa demonstran dari wilayah Dolopo Kebonsari juga hadir dengan didukung truk dan sepeda motor didukung peralatan sound sistem komplit, dengan spanduk banner bertuliskan "Kapolres Madiun dan Dandim 0803 OUT".
Secara kritis Forkopinda menyampaikan bahwa pembongkaran tugu dengan dalih penertiban atau pengalihfungsian dirasa adalah keputusan tebang pilih. Para demonstran menilai, seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) juga dapat menindak segala bentuk pelanggaran perijinan yang ada di wilayah Kabupaten Madiun seperti kantor ataupun bangunan lain, pabrik-pabrik, bisnis properti yang belum lengkap ijin pendiriannya, tempat hiburan malam yang tidak sesuai dengan dokumen perijinan atau masalah menahun seperti galian C, setoran-setoran Kepala Desa kepada para legal dan semua praktik kotor.
Dalam orasinya, Harsanto mengatakan masih banyak kasus yang tergolong Extra Ordinary Crime yang seharusnya menjadi prioritas Kapolres Madiun untuk diselesaikan tetapi justru terkesan dibiarkan. Tumpukan dugaan kasus korupsi yang mandeg penyelesaiannya, seperti kasus tunjangan perumahan dewan yang tidak ada kabarnya. Tetapi menjadi ironis ketika perkara tugu seolah menjadi hal besar yang harus segera dirobohkan. Dugaan penyelewengan dana BKK, Pilkades Serentak, ujian Perangkat Desa bahkan dugaan setoran ilegal masing-masing Pemerintah Desa kepada para legal.
"Silakan tugu-tugu dirobohkan, tetapi robohkan juga semua bangunan dan kantor-kantor yang belum lengkap perijinannya, jangan malah leluasa dibiarkan beroperasi, jangan beraninya robohkan tugu saja, robohkan yang lainnya, wani pora?", Ujar Harsanto, (11/10/2023).
Harsanto menambahkan jika hanya melakukan pembongkaran tugu menurutnya itu bukan prestasi, tapi kalau berhasil mengungkap korupsi itu baru prestasi.
Disamping itu demonstran mendesak kepada seluruh Ketua Umum perguruan pencak silat asli Madiun untuk segera menyatakan keluar secara serentak dari paguyuban Kampung Pesilat. Sebab terbukti paguyuban tersebut hanya sebagai sarana politis dan tidak berdampak apapun terhadap kualitas kehidupan dan perkembangan pencak silat di Madiun.
Lebih lanjut Forkopinda menuntut Pj. Bupati Madiun untuk menyatakan sikap resmi untuk menanggapi penegakan Perda nomor 4 tahun 2017 yang dilakukan oleh jajaran Forkopimda Kabupaten Madiun.
Menurut Harsanto, Forkopimda diberi honor oleh rakyat melalui APBD, dan ada Ketuanya, tetapi sepertinya Kapolres berjalan sendiri tanpa meminta persetujuan Ketua Forkopimda.
"Mana suaranya PJ Bupati? Enek PJ gak enek PJ tibake podo ae", katanya.
Diwawancarai setelah orasi, Harsanto menjelaskan bahwa dirinya meminta kepada seluruh pendemo dan warga yang menyaksikan untuk melakukan penggalangan dana guna penyediaan biaya keamanan untuk diserahkan kepada Kapolres Madiun yang selama ini diduga sering dilakukan masyarakat atau pihak-pihak berkepentingan demi memuluskan bisnis ilegal agar aman di suatu wilayah.
“Mengapa Kapolres Madiun dan Dandim hanya merobohkan tugu? Apakah yang lain aman karena ada dana keamanan akhirnya tidak dirobohkan? Kalau itu yang diinginkan Kapolres, mari kawan-kawan kita ikut memberikan dana keamanan biar aman," seru Harsanto.
Ir. Sudjono menambahkan, Penegak perda seharusnya adalah petugas Pamong praja, apakah dengan berhasil merobohkan tugu itu merupakan jalan Bapak Kapolres Madiun mendapatkan promosi jabatan yang lebih tinggi di kemudian hari? tutupnya.(klik-2)
Posting Komentar