Klikmadiun.com – Masih segar di
ingatan publik tentang upaya pengambilalihan aset tanah desa yang digunakan
untuk berdirinya gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) di beberapa desa oleh
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Madiun melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
(Dispendikbud) setempat.
Dalam proses sosialisasi,
Dispendikbud mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) tahun 1973 hingga 1983
yang mengatur tentang pengelolaan tanah kas desa yang digunakan untuk
pembangunan SDN Inpres. Namun keterangan pihak Dispendikbud Kabupaten Madiun
yang diwakilli Kasie Datun Kejari Kabupaten Madiun kala itu yang menyebut bahwa
Inpres lebih tinggi daripada Peraturan Menteri (Permen) dibantah LSM Pentas
Gugat Indonesia (PGI).
PGI menyatakan bahwa Inpres tidak
bisa diperbandingkan dengan Permen, dimana Inpres bukan Undang-undang (UU). Hal
ini jelas berbeda dengan Permendagri sebagai bagian dari UU yang harus dipatuhi
semua pihak.
Hingga kini perkara
pengambilalihan aset tanah kas desa yang digunakan untuk SDN belum menemui
titik terang. Beberapa tokoh desa berupaya untuk mempertahankan aset milik
masyarakat desanya tersebut. Seperti dilakukan beberapa tokoh di Desa Luworo,
Kecamatan Pilangkenceng yang secara tegas menolak pengambilalihan saat
sosialisasi dilakukan langsung oleh Kepala Dispendikbud di lokasi setempat.
Selain itu gelombang penolakan sebelumnya juga terjadi di sebagian besar desa
di wilayah Kecamatan Kebonsari, termasuk penolakan serupa dilakukan oleh BPD
Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan.
Jauh sebelum muncul pembahasan
tentang Inpres sebagai dasar pengambilalihan tanah SDN, Kepala Dispendikbud
Kabupaten Madiun, Siti Zubaidah menyatakan bahwa nantinya akan ada peraturan
bagi sekolah yang akan melakukan pembangunan harus memenuhi persyaratan yakni
status tanah milik pemerintah daerah Kabupaten ataupun Kota.
Berdasarkan pernyataan Kepala
Dispendikbud di atas, jelas belum ada peraturan yang mengatur jika Pemerintah
Kabupaten atau Kota hanya bisa membangun atau merehabilitasi sebuah sekolah
jika status tanahnya bukan milik Pemerintah Kabupaten atau Kota.
Apa sesungguhnya yang tengah
diperjuangkan oleh Pemkab Madiun sehingga bersikeras mengambil alih hak atas
aset bidang tanah SDN tersebut?
Menurut PGI, Pemkab Madiun
mustahil tidak akan membangun atau merehabilitasi SDN, sebab masyarakat
Kabupaten Madiun membayar pajak dan kembali disalurkan melalui anggaran APBD
Kabupaten Madiun. Realisasi ini sebagai bentuk negara dalam hal ini Pemkab
Madiun hadir di tengah masyarakat. Selain itu juga ada sumber pembiayaan
rehabilitasi sekolah diluar APBD.
"Sehingga tidak mungkin
Pemkab tidak membangun atau merehab TK SDN, dan SMP. Bukankah Pemkab juga
diuntungkan dengan adanya banyak proyek?”, tanya Heru Kun.
Adapun bila pengambilalihan tanah
SDN ini dikaitkan dengan himbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
berharap agar Pemkab sebaiknya melaksanakan pembangunan yang menjadi asetnya,
maka itu tidak bisa dimaknai sebagai pijakan untuk mengambil alih aset SDN.
"Tetapi sepanjang belum ada
peraturan resmi, maka pada TA. 2023 Pemkab bisa membangun baik SD, SMP, dan
Puskesmas Pembantu, asal tidak korupsi karena KPK adalah komisi anti rasuah dan
disitu konteksnya,” tegasnya.
Pentas Gugat berharap agar
himbauan KPK jangan sampai dimanfaatkan dengan menjadikan alasan untuk
mengambil alih aset desa.
"Jangan bikin persoalan baru
dengan mengambil alih aset SDN dan Pustu, tolong selesaikan dulu
dokumen-dokumen tukar guling aset Desa Purwosari yang di atasnya dibangun
masjid Quba Caruban, itu bom waktu,” imbaunya di akhir.(klik-2)
Posting Komentar