Klikmadiun.com – Sebuah plang
proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penatan Ruang (DPUPR) yang berlokasi di Desa
Kedungbanteng, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun mencantumkan jenis perkerjaan yaitu
Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I setempat dengan nomor kontrak
602.1/4368.A/402.104/2022.
Dalam plang juga tertera nilai
kontrak sebesar tujuh milyar rupiah lebih disertai lama pengerjaan proyek yakni
180 hari yang telah dimulai pada Juni lalu. Namun ada yang menarik dari
keterangan yang terdapat dalam plang paling akhir yaitu hadirnya Kejaksaan
Negeri Kabupaten Madiun sebagai pendamping proyek DPUPR tersebut.
Berdasarkan keterangan Kepala
Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasie Datun) Kejaksaan Negeri Kabupaten
Madiun, Masruri Abdul Azis penjelasan tentang tugas dan fungsi Kejari sebagai
pendamping proyek telah dipaparkan dalam peraturan kejaksaan.
“Seksi Perdata dan Tata Usaha
Negara mempunyai tugas melakukan dan atau pengendalian kegiatan penegakan,
bantuan, pertimbangan dan pelayanan hukum serta tindakan hukum lain kepada
negara, pemerintah dan masyarakat di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara,”
terang Masruri melalui pesan singkat pada Selasa (18/10/2022).
Selain itu, Masruri menambahkan
bahwa Sie Datun berwenang untuk melakukan pendampingan hukum atau Legal
Assistance dalam kegiatan yang diminta oleh Pemerintah Kabupaten Madiun dengan
persyaratan bahwa obyek permasalahan tidak ada conflict of interest pada bidang
lain di kejaksaan.
“Sepanjang permasalahan yang
dimohonkan tidak ada conflict of interest dengan bidang lain baik intelijen
maupun pidana khusus dalam rangka memitigasi terjadinya risiko hukum,”
tambahnya.
Keterangan yang disampaikan Kasie
Datun Kejari Kabupaten Madiun tersebut menarik perhatian dan memunculkan bahan
materi diskusi baru di publik terkait peran Kejaksaan sebagai pendamping proyek
sekaligus penegak hukum.
Terpisah, Koordinator LSM Pentas
Gugat, Heru Kun berpendapat bahwa apabila dasar hukum yang dimaksud oleh Kasie
Datun untuk bertugas sebagai pendamping hukum adalah Peraturan Jaksa Agung RI
No. Per-025/A/JA/11/2015 Tentang Juklak Penegakan Hukum, Bantuan hukum,
Pertimbangan hukum, Tindakan hukum lain dan pelayanan hukum di bidang perdata
dan Tata Usaha negara.
Menurut Heru Kun, Kasie Datun
sepatutnya harus lebih mempelajari tentang antropologi prilaku korupsi di wilayah Kabupaten Madiun. Kegiatan
pendampingan membutuhkan kewaspadaan Kejaksaan sebagai penegak hukum sebab
dalam pendampingan hukum justru beresiko menjadi modus memuluskan aksi korupsi
di bawah pendampingan.
"Seperti kita tahu TP4D
sudah dibubarkan karena dalam imlementasinya disalahgunakan. TP4D dibubarkan
tetapi pendampingan (LA) semakin marak", katanya.
Heru Kun berpesan kepada para
Jaksa agar lebih fokus terhadap tugas-tugas sebagai penegak hukum yang
melakukan pengawasan dan penindakan.
"Kejaksaan akan kesulitan
untuk melakukan pengawasan maupun penindakan hukum, jika Jaksa sudah masuk
kedalam sistem", katanya.
Di akhir, Heru mempertanyakan
bagaimana pertanggungjawaban kejaksaan apabila terjadi penyimpangan atau
penyelewengan penggunaan anggaran dalam proyek tersebut.
“Jika pada pelaksanaan kegiatan
proyek masyarakat menemukan ada dugaan tindak pidana korupsi (tipikor), apa
masih bisa dilaporkan ke Kejari? Lalu bagaimana cara Kejaksaan menangani
laporan mengingat Kejari Kabupaten Madiun sebagai pendamping pekerjaan
tersebut. Sebab apabila dengan penanganan laporan yang akan ditempuh oleh
bidang Intel ataupun pidana khusus, jelas akan terjadi conflict of interest dalam
institusi kejaksaan sendiri,”pungkas Heru.
Seperti diketahui ditengah
gencarnya upaya Kejaksaan mendukung pembangunan nasional, sangat disayangkan,
apabila Jaksa Agung mengetahui adanya oknum Kejaksaan baik di pusat maupun di
daerah yang menyalahgunakan kewenangannya, dan berperilaku layaknya BENALU,
artinya oknum Kejaksaan melakukan pendampingan dan pembinaan, namun
menggerogoti instansi atau unit yang didampingi dengan mengintervensi
pemerintah setempat. (klik-2)
Posting Komentar