KlikMadiun.com – Kemenangan
Penggugat di PTUN Surabaya dalam kasus pemilihan Kepala Desa Gandul, Kecamatan
Pilangkenceng, Kabupaten Madiun dua pekan lalu tengah menjadi perbincangan
publik.
Bagaimana tidak menyita perhatian
masyarakat awam ataupun pengamat pemerintahan, sebab dalam kasus tersebut
Bupati Madiun sebagai Tergugat berkewajiban membatalkan Surat Keputusan terkait
Pengangkatan dan Penetapan Kepala Desa terpilih atas nama Sunarto. Dan Bupati
Madiun juga wajib membayar uang ganti rugi sebesar 500 ribu rupiah lebih.
Namun, alih-alih melaksanakan
hasil putusan dari sidang PTUN Surabaya, pihak Bupati Madiun justru mengajukan
banding. Hal yang sangat bertolak belakang dengan konsekuensi ucapan seorang
Bupati.
Melihat fenomena ini, LSM Pentas
Gugat Indonesia (PGI) mengkritisi polemik Desa Gandul yang kian komplek meski
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah menjatuhkan keputusannya.
Koordinator PGI, Herukun
menyebutkan bahwa kemenangan pihak Penggugat dalam kasus ini berhasil
menyiratkan dua fakta sekaligus. Pertama, yaitu menjadi bukti bahwa peran Tim
Penyelesaian Perselisihan Pemilihan Kepala Desa (TP3KD) dalam Pilkades serentak
Kabupaten Madiun 2021 tidak memberikan manfaat optimal. Lalu yang kedua,
Herukun juga mengungkapkan terkait
keputusan TP3KD yang menjadi akhir dari perselisihan hasil Pilkades ini adalah
salah.
“Semakin menegaskan bahwa
keputusan TP3KD yang bersifat final dan mengikat layaknya Mahkamah Konstitusi
adalah salah,” terang Heru, Minggu (31/7/2022).
Terlebih di dalam struktur TP3KD
juga melibatkan staf dari Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang notabene
memahami secara utuh tentang hukum. Menurut Herukun, hasil keputusan TP3KD yang
bersifat final dan mengikat tersebut lebih menggambarkan pemberian kewenangan
yang berlebihan, dipaksakan dan tidak memiliki dasar hukum.
“Seharusnya Ketua Pengadilan
Negeri Kabupaten Madiun tidak mengijinkan pegawainya (PN Kabupaten Madiun,red)
masuk menjadi anggota TP3KD. Keberadaan TP3KD terlalu memaksa, apalagi di
dalamnya berisi orang-orang terhormat, kan kasihan", imbuh Herukun.
Selanjutnya, terkait keputusan
banding Bupati Madiun atas putusan PTUN Surabaya pada 26 Juli 2022 adalah sah
secara hukum dan itu merupakan hak sebagai Tergugat. Meski begitu, keputusan
Bupati Madiun yang memilih banding tergolong tidak etis sebab bertolak belakang
dengan komitmen Bupati Madiun saat berbicara di depan demonstran di Desa Gandul
pada 27 Januari 2022, tepatnya sebelum gugatan didaftarkan oleh Penggugat di
PTUN Surabaya.
"Keputusan Bupati Madiun
yang memilih banding berpotensi membuka friksi terbuka di level bawah, sebab
massa Penggugat merasa diciderai dan ada dusta dengan janji yang sudah diucapkan
Bupati Madiun sebelumnya", tegasnya.
Di akhir, Herukun mengatakan
bahwa saat ini sektor hukum adalah titik lemah dalam Pemerintahan Kabupaten
Madiun. Terutama Peraturan Bupati Madiun sebagai produk hukum seyogyanya tidak
bertentangan dengan peraturan di atasnya dan tidak menjadi kran penghasil
kerumitan. Sehingga akurasi produk hukum yang dicetuskan mampu diimplementasikan
secara detil dan transparan tanpa ada bentuk penyimpangan atau mendustai makna
setiap butirnya.
"Banyak jalan menuju bijak,
tentu saja dengan memilih cara-cara bijak dan bisa lebih bermartabat, sehingga
tidak ada dusta diantara kita”, pungkas Herukun.(klik-2)
Posting Komentar