KlikMadiun – LSM Pentas Gugat
Indonesia (PGI) menanggapi keterangan Inspektur Kabupaten Madiun terkait
pelimpahan kasus dugaan penyalahgunaan Bantuan Keuangan Kabupaten (BKK) untuk
pelaksanaan Pilkades serentak yang dilaksanakan pada Desember 2021 lalu.
Menurut Ketua PGI, Heru Kun hal
itu berbanding terbalik dengan keterangan Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Madiun, Purning
Dahono Putro, dengan mengatakan bahwa kasus yang dilimpahkan ke Inspektorat
Kabupaten Madiun adalah dugaan penyelewengan dana APBDes untuk kegiatan
pilkades serentak 2021.
“Ini kok malah Inspektur membahas
BKK ya?” ujar Ketua LSM Pentas Gugat, Heru Kun kepada jurnalis klikmadiun.com
melalui sambungan telepon, Minggu (1/5/2022).
Mengacu pada Permendagri nomor 72
tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri nomor 112 tahun 2014
tentang Pilkades bagian 4 ketentuan pasal 48 ayat 3 yang menyebut bahwa biaya
pemilihan (kades) sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya (ayat satu) dalam
kondisi Corona Virus Disease 2019 dapat didukung dari APBDes sesuai kemampuan
keuangan desa.
“Sehingga jelas, dukungan APBDes
hanya untuk menunjang pelaksanaan hari H Pilkades, karena biaya persiapan
termasuk pernak-pernik utama penyelenggaraan sudah ditanggung oleh APBD melalui
BKK,”papar Heru.
Menurut Heru, sangatlah tidak
wajar apabila pada pemberitaan sebelumnya pihak Inspektorat mengupas perihal
anggaran BKK yang diserahkan ke desa. Sedangkan realisasinya banyak desa yang
menggunakan dana APBDes demi terwujudnya pesta Pilkades tersebut. Bahkan
sebagian desa rela menggelontorkan dana dengan kisaran melebihi jumlah anggaran
BKK yang diterimanya.
“Bahwa yang dilaporkan Pentas
Gugat pada 16 Februari 2022 adalah tentang dugaan penyalahgunaan keuangan
pelaksanaan Pilkades yang bersumber dari APBDes. Karena banyak APBDes yang
membiayai Pilkades bahkan nominalnya di atas dana BKK,”ungkapnya.
Ia pun mengkritisi pedas rencana
Inspektur Kabupaten Madiun yang akan menerapkan sistem random sampling untuk
mengaudit dokumen pertanggung jawaban dari desa.
“Ini simple sekali, untuk
mengungkap cukup cek SPJ 143 desa peserta Pilkades, kemudian utamakan dahulu
desa-desa yang mengeluarkan dana dari APBDes nya yang melebihi BKK. Logikanya,
apa mungkin sehari bisa menghabiskan dana sebesar itu?”tandasnya.
“Kenapa harus menggunakan cara
sampling untuk mengaudit penggunaan BKK? Ini metode konyol dan kacau,”imbuhnya.
Di akhir, Heru menyampaikan
harapannya kepada para elit legislatif untuk turut andil dalam pengungkapan
kasus ini.
“Untuk para anggota DPRD
Kabupaten Madiun, kami berpesan "jangan sampai main aman, jangan kalah
cepat dari kami. Dewan dibayar untuk bersuara, sehingga setiap suara anda
itupun tidak gratis,”pungkasnya.(klik-2)
Posting Komentar